Minggu, 07 Juli 2013

HAYYA 'AlAA ASH-SHOLAH



HAYYA ‘ALAA ASH-SHOLAH
Terjemaah dari :
ARBA’U ROSAIL
Judul Kitab       : Arba’u Rosail
Karya               : Syekh Ahmad ibnu Zaini Dahlan (Mufti Madzhab Syafi’I Makkah)
Wafat               : 1304 H di Madinah al-Munawwaroh
Penterjemah     : Muhammad ‘Abdul Muhith ibnu Muhammad Nawawi  (Wafat : 2004 M)
Penerbit            : Pondok Pesantren “Jejeran” Yogyakarta
Tahun               : 27 Rabi’ul Awwal 1420 H/ 11 Juli 1999 M

            Ayat-ayat al-Qur’an maupun al-Hadits begitu juga perkataan Ulama’ Salaf yang berkaitan dengan Sholat, seperti kewajiban melaksanakan Sholat Fardhu, keutamaan masing-masing sampai keterangan yang menjelaskan tentang siksa dan ancaman bagi orang yang berani meninggalkan Sholat Fardhu semua harus dipahami secara Fardhu’Ain bagi setiap orang islam. Begitu juga rangkaian dari sholat fardhu, seperti jama’ah juga wajib dipahami.
Dengan latar belakang di atas, kitab ini hadir  dengan nama: Hayya’Alaa ash-Sholah, Majmu’u Arba’i Rosail (Mari Mendirikan Sholat, Kumpulan Empat Risalah) yang diterjemahkan dalam Bahasa Jawa ala Pondok Pesantren Salaf. Adapun empat risalah tersebut adalah :
1.      Risalah pertama : berisi tentang perintah agar senantiasa menjaga Sholat dan agar menjaga agar tidak meninggalkannya. Seperti sudah ketika kita ketahui bahwa : Sholat merupakan tiang agama, barangsiapa menegakkan sholat maka sebenarnya is telah menegakkan agama. Begitu juga telah diriwayatkan bahwa : Perkara yang pertama kali di Hisab pada Hari Kiamat adalah Sholat, maka apabila Sholat itu tercatat sebagai Sholat yang sempurna, niscaya semua amalnya akan diterima, namun sebaliknya apabila Sholat itu tercatat sebagi sholat yang tidak sempurna, maka semua amalnya akan tertolak,
2.      Risalah Kedua : berisi tentang keutamaan Sholat Jama’ah
Sholat jama’ah mempunyai keutamaan yang sangat jauh berbeda di atas sholat sendirian dalam hadits disebutkan :
-         Sholat Jama’ah lebih utama dari sholat sendirian dengan selisih 25 derajat, dalam riwayat ada juga yang menyebutkan selisih 27derajat.
-         Sesungguhnya Syetan adalah pemangsa manusia, seperti singa yang memangsa kambing. Dimana singa tesebut akan menerkam kambing yang terpisah dari gerombolannya, maka takutlah kalian untuk meninggalkan jama’ah di masjid.
Selain keutamaan jama’ah di atas, dalam risalah kedua ini juga berisi perintah agar merapatkan dan meluruskan barisan (shaf) sholat.  Karena meluruskan dan merapatkan sholat merupakan bagian dari sempurnanya mendirikan sholat.  Seperti dalam Hadits : Luruskanlah shof  kalian, sesungguhnya meluruskan shof merupakan bagian dari sempurnanya sholat.
3.      Risalah ketiga : berisi tentang kabar gembira bagi orang yang mendirikan jama’ah Sholat ‘Isya dan Sholat Shubuh.
Dalam Hadits disebutkan bahwa : Barangsiapa yang melaksanakan Sholat ‘Isya berjama’ah, maka seakan-akan ia telah mendirikan sholat selama setengah malam, dan barangsiapa yang mendirikan Sholat Shubuh secara jama’ah, maka seakan-akan ia telah mendirikan sholat semalam penuh.
Dalam hadits lain disebutkan : Sholat yang paling berat bagi orang munafiq adalah Sholat ‘Isya dan Sholat Fajar (Shubuh), apabila mereka (orang munafik) mengetahui keutamaan di dalam keduanya, niscaya mereka akan melaksanakannya walaupun hanya dengan merangkak
4.      Risalah keempat : kabar gembira bagi orang yang mendirikan sholat berjama’ah dari Ulama’ Salaf.
Risalah keempat ini menerangkan atau menuliskan perkataan para Ulama’ salaf tentang utamanya sholat berjama’ah.
Sebagian ulama’ Salaf berkata : Apabila Sholat Jama’ah telah didirikan, maka Allah akan melihat hati imamnya, apabila dalam hadi imam tersebut kebaikan (khusyu’), maka Allah akan ridho kepada semua Jama’ah, mengampuni mereka dan menerima sholat mereka. Kemudian apabila dalam hati imam tersebut tidak ada kebaikan (tidak Khusyu’) maka Allah akan melihat hati para makmum, apabila hati mereka baik, maka Allah akan ridho kepada mereka, mengampuni mereka serta menerima Sholat mereka. Kemudian apabila dalam hati mereka tidak khusyu’ maka Allah akan melihat sebab berkumpulnya mereka untuk mendirikan sholat jama’ah, maka Allah akan ridho kepada mereka, menerima sholat mereka serta mengampuni mereka.
Demikian tadi gambaran umum dari Kitab Hayya ‘Alaa ash-Sholah terjemah dari Kitab Arba’u Rosail Karya Syekh Ahmad ibnu Zaini Dahlan (Mufti Madzhab Syafi’I Makkah) yang di terjemahkan oleh Muhammad ‘Abdul Muhith ibnu Muhammad Nawawi  (Wafat : 2004 M). 

Kamis, 27 Juni 2013

Abuya Muhammad Dimyathi Al-Bantany


من أراد الدنيا فعليه بالعلم ومن أراد الآخرة فعليه بالعلم ومن أرادهما فعليه بالعلم

“Barang siapa yang menginginkan dunia, hendaknya ia menguasai ilmu; barang siapa yang menginginkan akhirat ,hendaknya ia menguasai ilmu;dan barang siapa yang menginginkan keduanya, hendaknya ia menguasai ilmu juga.” (al-Hadis)





KH. Muhammad Dimyathi yang biasa dipanggil dengan Abuya Dimyathi atau Mbah Dim merupakan sosok Ulama Banten yang memiliki karismatik nan bersahaja. Beliau lahir sekitar tahun 1925 anak pasangan dari H.Amin dan Hj.Ruqayah. Sejak kecil Abuya Dimyathi sudah menampakan kecerdasannya dan keshalihannya, beliau belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya mullai dari Pesantren Cadasari, kadupeseng Pandeglang, ke Plamunan hingga ke Pleret Cirebon. Semasa hidupnya, Abuya Dimyathi dikenal sebagai gurunya dari para guru dan kiainya dari para kiai, sehingga tak berlebihan kalau disebut sebagai tipe ulama Khas al-Khas. Masyarakat Banten menjuluki beliau juga sebagai pakunya daerah Banten, di samping sebagai pakunya negara Indonesia. Di balik kemasyhuran nama Abuya, beliau adalah orang yang sederhana dan bersahaja. Kalau melihat wajah beliau terasa ada perasaan ‘adem’ dan tenteram di hati orang yang melihatnya.



Abuya Dimyathi dikenal sosok ulama yang cukup sempurna dalam menjalankan perintah agama, beliau bukan saja mengajarkan dalam ilmu syari’ah tetapi juga menjalankan kehidupan dengan pendekatan tasawuf, tarekat yang dianutnya tarekat Naqsabandiyyah Qodiriyyah. Maka wajar jika dalam perilaku sehari-hari beliau penuh tawadhu’, istiqamah, zuhud, dan ikhlas. Abuya adalah seorang qurra’ dengan lidah yang fasih. Wiridan al-Qur’an sudah istiqamah lebih dari 40 tahun. Kalau shalat tarawih di bulan puasa, tidak turun untuk sahur kecuali setelah mengkhatamkan al-Qur’an dalam shalat. Oleh karenanya, tidak salah jika kemudian kita mengkategorikan Abuya sebagai Ulama multidimensi.



Dibanding dengan ulama kebanyakan, Abuya Dimyathi ini menempuh jalan spiritual yang unik.

Beliau secara tegas menyeru: “Thariqah aing mah ngaji!” (Jalan saya adalah ngaji). Sebab, tinggi rendahnya derajat keualamaan seseorang bisa dilihat dari bagaimana ia memberi penghargaan terhadap ilmu. Sebagaimana yang termaktub dalam surat al-Mujadilah ayat 11, bahwa Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan. Dipertegas lagi dalam hadist nabi, al-Ulama’u waratsatul anbiya’, para ulama adalah pewaris para nabi. Ngaji sebagai sarana pewarisan ilmu. Melalui ngaji, sunnah dan keteladanan nabi diajarkan. Melalui ngaji, tradisi para sahabat dan tabi’in diwariskan. ilmu adalah suatu keistimewaan yang menjadikan manusia unggul atas makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahannya.Saking pentingnya ngaji dan belajar, satu hal yang sering disampaikan dan diingatkan Mbah Dim adalah: “Jangan sampai ngaji ditinggalkan karena kesibukan lain atau karena umur”. Pesan ini sering diulang-ulang, seolah-olah Mbah Dim ingin memberikan tekanan khusus; jangan sampai ngaji ditinggal meskipun dunia runtuh seribu kali! Apalagi demi sekedar hajatan partai.Urusan ngaji ini juga wajib ain hukumnya bagi putra-putri Mbah Dim untuk mengikutinya. Bahkan, ngaji tidak akan dimulai, fasal-fasal tidak akan dibuka, kecuali semua putra-putrinya hadir di dalam majlis.



Menelusuri kehidupan ulama Banten ini seperti melihat warna-warni dunia sufistik. Perjalanan spiritualnya dengan beberapa guru sufi seperti Kiai Dalhar Watucongol. Perjuangannya yang patut diteladani. Bagi masyarakat Pandeglang Provinsi Banten Mbah Dim sosok sesepuh yang sulit tergantikan. Lahir sekitar tahun 1925 dikenal pribadi bersahaja dan penganut tarekat yang disegani.

Abuya Dimyati juga kesohor sebagai guru pesantren dan penganjur ajaran Ahlusunah Wal Jama’ah. Pondoknya di Cidahu, Pandeglang, Banten tidak pernah sepi dari para tamu maupun pencari ilmu. Bahkan menjadi tempat rujukan santri, pejabat hingga kiai. Semasa hidupnya, Abuya Dimyati dikenal sebagai gurunya dari para guru dan kiainya dari para kiai. Bukan saja mengajarkan ilmu syari’ah tetapi juga menjalankan kehidupan dengan pendekatan tasawuf. Abuya dikenal sebagai penganut tarekat Naqsabandiyyah Qodiriyyah.

Tidak salah kalau sampai sekarang telah mempunyai ribuan murid. Mereka tersebar di seluruh penjuru tanah air bahkan luar negeri. Sewaktu masih hidup , pesantrennya tidak pernah sepi dari kegiatan mengaji. Bahkan Mbah Dim mempunyai majelis khusus yang namanya Majelis Seng. Hal ini diambil Dijuluki seperti ini karena tiap dinding dari tempat pengajian sebagian besar terbuat dari seng. Di tempat ini pula Abuya Dimyati menerima tamu-tamu penting seperti pejabat pemerintah maupun para petinggi negeri. Majelis Seng inilah yang kemudian dipakainya untuk pengajian sehari-hari semenjak kebakaran hingga sampai wafatnya.



Abuya berguru pada ulama-ulama sepuh di tanah Jawa. Di antaranya Abuya Abdul Chalim, Abuya Muqri Abdul Chamid, Mama Achmad Bakri (Mama Sempur), Mbah Dalhar Watucongol, Mbah Nawawi Jejeran Jogja, Mbah Khozin Bendo Pare, Mbah Baidlowi Lasem, Mbah Rukyat Kaliwungu dan masih banyak lagi. Kesemua guru-guru beliau bermuara pada Syech Nawawi al Bantani. Kata Abuya, para kiai sepuh tersebut adalah memiliki kriteria kekhilafahan atau mursyid sempurna, setelah Abuya berguru, tak lama kemudian para kiai sepuh wafat.

Ketika mondok di Watucongol, Abuya sudah diminta untuk mengajar oleh Mbah Dalhar. Satu kisah unik ketika Abuya datang pertama ke Watucongol, Mbah Dalhar memberi kabar kepada santri-santri besok akan datang ‘kitab banyak’. Dan hal ini terbukti mulai saat masih mondok di Watucongol sampai di tempat beliau mondok lainya, hingga sampai Abuya menetap, beliau banyak mengajar dan mengorek kitab-kitab.

Di pondok Bendo, Pare, Abuya lebih di kenal dengan sebutan ‘Mbah Dim Banten’. Karena, kewira’i annya di setiap pesantren yang disinggahinya selalu ada peningkatan santri mengaji.



Dalam setiap perjalanan menuntut ilmu dari pesantren yang satu ke pesantren yang lain selalu dengan kegiatan Abuya mengaji dan mengajar. Hal inipun diterapkan kepada para santri. Dikenal sebagai ulama yang komplet karena tidak hanya mampu mengajar kitab tetapi juga dalam ilmu seni kaligrafi atau khat. Dalam seni kaligrafi ini, Abuya mengajarkan semua jenis kaligrafi seperti khufi, tsulust, diwani, diwani jally, naskhy dan lain sebagainya. Selain itu juga sangat mahir dalam ilmu membaca al Quran.

Bagi Abuya hidup adalah ibadah. Tidak salah kalau KH Dimyati , Kaliwungu, Kendal Jawa Tengah pernah berucap bahwa belum pernah seorang kiai yang ibadahnya luar biasa. Menurutnya selama berada di kaliwungu tidak pernah menyia-nyiakan waktu. Sejak pukul 6 pagi usdah mengajar hingga jam 11.30. setelah istirahat sejenak selepas Dzuhur langsung mengajar lagi hingga Ashar. Selesai sholat ashar mengajar lagi hingga Maghrib. Kemudian wirid hingga Isya. Sehabis itu mengaji lagi hingga pukul: 24 malam. Setelah itu melakukan qiyamul lail hingga subuh.

Di sisi lain ada sebuah kisah menarik. Ketika bermaksud mengaji di KH Baidlowi, Lasem. Ketika bertemu dengannya, Abuya malah disuruh pulang. Namun Abuya justru semakin mengebu-gebu untuk menuntut ilmu. Sampai akhirnya kiai Khasrtimatik itu menjawab, “Saya tidak punya ilmu apa-apa.” Sampai pada satu kesempatan, Abuya Dimyati memohon diwarisi thariqah. KH Baidlowio pun menjawab,” Mbah Dim, dzikir itu sudah termaktub dalam kitab, begitu pula dengan selawat, silahkan memuat sendiri saja, saya tidak bisa apa-apa, karena tarekat itu adalah sebuah wadzifah yang terdiri dari dzikir dan selawat.” Jawaban tersebut justru membuat Abuya Dimyati penasaran. Untuk kesekian kalinya dirinya memohon kepada KH Baidlowi. Pada akhirnya Kiai Baidlowi menyuruh Abuya untuk solat istikharah. Setelah melaksanakan solat tersebut sebanyak tiga kali, akhirnya Abuya mendatangi KH Baidlowi yang kemudian diijazahi Thariqat Asy Syadziliyah.

Dipenjara



Mbah Dalhar Mah Dim dikenal seagai salah satu orang yang sangat teguh pendiriannya. Sampai-sampai karena keteguhannya ini pernah dipenjara pada zaman Orde Baru. Pada tahun 1977 Abuya sempat difitnah dan dimasukkan ke dalam penjara. Hal ini disebabkan Abuya sangat berbeda prinsip dengan pemerintah ketika terjadi pemilu tahun tersebut. Abuya dituduh menghasut dan anti pemerintah. Abuya pun dijatuhi vonis selama enam bulan. Namun empat bulan kemudian Abuya keluar dari penjara.



Ada beberapa kitab yang dikarang oleh Abuya Dimyati. Diantaranya adalah Minhajul Ishthifa. Kitab ini isinya menguraikan tentang hidzib nashr dan hidzib ikhfa. Dikarang pada bulan Rajab H 1379/ 1959 M. Kemudian kitab Aslul Qodr yang didalamya khususiyat sahabat saat perang Badr. Tercatat pula kitab Roshnul Qodr isinya menguraikan tentang hidzib Nasr. Rochbul Qoir I dan II yang juga sama isinya yaitu menguraikan tentang hidzib Nasr.

Selanjutnya kitab Bahjatul Qooalaid, Nadzam Tijanud Darori. Kemudian kitab tentang tarekat yang berjudul Al Hadiyyatul Jalaliyyah didalamnya membahas tentang tarekat Syadziliyyah. Ada cerita-cerita menarik seputar Abuya dan pertemuannya dengan para kiai besar. Disebutkan ketika bertemu dengen Kiai Dalhar Watucongol Abuya sempat kaget. Hal ini disebabkan selama 40 hari Abuya tidak pernah ditanya bahkan dipanggil oleh Kiai Dalhar. Tepat pada hari ke 40 Abuya dipanggil Mbah Dalhar. “Sampeyan mau jauh-jauh datang ke sini?” tanya kiai Dalhar. Ditanya begitu Abuya pun menjawab, “Saya mau mondok mbah.” Kemudian Kiai Dalhar pun berkata,” Perlu sampeyan ketahui, bahwa disini tidak ada ilmu, justru ilmu itu sudah ada pada diri sampeyan. Dari pada sampeyan mondok di sini buang-buang waktu, lebih baik sampeyan pulang lagi ke Banten, amalkan ilmu yang sudah ada dan syarahi kitab-kitab karangan mbah-mbahmu. Karena kitab tersebut masih perlu diperjelas dan sangat sulit dipahami oleh orang awam.” Mendengar jawaban tersebut Abuya Dimyati menjawab, ”Tujuan saya ke sini adalah untuk mengaji, kok saya malah disuruh pulang lagi? Kalau saya disuruh mengarang kitab, kitab apa yang mampu saya karang?” Kemudian Kiai Dalhar memberi saran,”Baiklah, kalau sampeyan mau tetap di sini, saya mohon ajarkanlah ilmu sampeyan kepada santri-santri yang ada di sini dan sampeyan jangan punya teman.” Kemudian Kiai Dalhar memberi ijazah tareqat Syadziliyah kepada Abuya.


Itulah sekelumit keteladanan Mbah Dimyati dan putra-putrinya, yang sejalan dengan pesan al-Qur’an dalam surat al-Tahrim ayat 6, Qu anfusakum wa ahlikum naran. Namun, Kini, waliyullah itu telah pergi meninggalkan kita semua. Abuya Dimyathi tak akan tergantikan lagi. Malam Jumat pahing, 3 Oktober 2003 M/07 Sya’ban 1424 H, sekitar pukul 03:00 wib umat Muslim, khususnya warga Nahdlatul Ulama telah kehilangan salah seorang ulamanya, KH. Muhammad Dimyati bin KH. Muhammad Amin Al-Bantani, di Cidahu, Cadasari, Pandeglang, Banten dalam usia 78 tahun. Padahal, pada hari itu juga, dilangsungkan acara resepsi pernikahan putranya. Sehingga, Banten ramai akan pengunjung yang ingin mengikuti acara resepsi pernikahan, sementara tidak sedikit masyarakat –pelayat- yang datang ke kediaman Abuya. Inilah merupakan kekuasaan Allah yang maha mengatur, menjalankan dua agenda besar, “pernikahan” dan “pemakaman”.



Semoga Beliau mendapatkan Tempat yang Mulia DisisiNYA.Amiin.
Lahu Al Fatihah
Sumber : http://warkopmbahlalar.com

IMAM ASY-SYAFI'I

Kunyah beliau adalah Abu Abdillah, nama aslinya Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syaafi’ bin As-Saai’b bin ‘Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Al- Muththalib bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pada Abdu Manaf, sedangkan Al-Muththalib adalah saudaranya Hasyim (bapaknya Abdul Muththalib).

TAHUN DAN TEMPAT KELAHIRAN

Beliau dilahirkan di desa Gaza, masuk kota ‘Asqolan pada tahun 150 H. Saat beliau dilahirkan ke dunia oleh ibunya yang tercinta, bapaknya tidak sempat membuainya, karena ajal Allah telah mendahuluinya dalam usia yang masih muda. Lalu setelah berumur dua tahun, paman dan ibunya membawa pindah ke kota kelahiran nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, Makkah Al Mukaramah.

PERTUMBUHANNYA

Beliau tumbuh dan berkembang di kota Makkah, di kota tersebut beliau ikut bergabung bersama teman-teman sebaya belajar memanah dengan tekun dan penuh semangat, sehingga kemampuannya mengungguli teman-teman lainnya. Beliau mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam bidang ini, hingga sepuluh anak panah yang dilemparkan, sembilan di antaranya tepat mengenai sasaran dan hanya satu yang meleset.

Setelah itu beliau mempelajari tata bahasa arab dan sya’ir sampai beliau memiliki kemampuan yang sangat menakjubkan dan menjadi orang yang terdepan dalam cabang ilmu tersebut. Kemudian tumbuhlah di dalam hatinya rasa cinta terhadap ilmu agama, maka beliaupun mempelajari dan menekuni serta mendalami ilmu yang agung tersebut, sehingga beliau menjadi pemimpin dan Imam atas orang-orang

KECERDASANNYA

Kecerdasan adalah anugerah dan karunia Allah yang diberikan kepada hambanya sebagai nikmat yang sangat besar. Di antara hal-hal yang menunjukkan kecerdasannya:

1. Kemampuannya menghafal Al-Qur’an di luar kepala pada usianya yang masih belia, tujuh tahun.
2. Cepatnya menghafal kitab Hadits Al Muwathta’ karya Imam Darul Hijrah, Imam Malik bin Anas pada usia sepuluh tahun.
3. Rekomendasi para ulama sezamannya atas kecerdasannya, hingga ada yang mengatakan bahwa ia belum pernah melihat manusia yang lebih cerdas dari Imam Asy-Syafi`i.
4. Beliau diberi wewenang berfatwa pada umur 15 tahun.

Muslim bin Khalid Az-Zanji berkata kepada Imam Asy-Syafi`i: “Berfatwalah wahai Abu Abdillah, sungguh demi Allah sekarang engkau telah berhak untuk berfatwa.”

MENUTUT ILMU

Beliau mengatakan tentang menuntut ilmu, “Menuntut ilmu lebih afdhal dari shalat sunnah.” Dan yang beliau dahulukan dalam belajar setelah hafal Al-Qur’an adalah membaca hadits. Beliau mengatakan, “Membaca hadits lebih baik dari pada shalat sunnah.” Karena itu, setelah hafal Al-Qur’an beliau belajar kitab hadits karya Imam Malik bin Anas kepada pengarangnya langsung pada usia yang masih belia.

GURU-GURU BELIAU

Beliau mengawali mengambil ilmu dari ulama-ulama yang berada di negerinya, di antara mereka adalah:

1. Muslim bin Khalid Az-Zanji mufti Makkah
2. Muhammad bin Syafi’ paman beliau sendiri
3. Abbas kakeknya Imam Asy-Syafi`i
4. Sufyan bin Uyainah
5. Fudhail bin Iyadl, serta beberapa ulama yang lain.

Demikian juga beliau mengambil ilmu dari ulama-ulama Madinah di antara mereka adalah:

1. Malik bin Anas
2. Ibrahim bin Abu Yahya Al Aslamy Al Madany
3.Abdul Aziz Ad-Darawardi, Athaf bin Khalid, Ismail bin Ja’far dan Ibrahim bin Sa’ad serta para ulama yang berada pada tingkatannya

Beliau juga mengambil ilmu dari ulama-ulama negeri Yaman di antaranya;

1.Mutharrif bin Mazin
2.Hisyam bin Yusuf Al Qadhi, dan sejumlah ulama lainnya.

Dan di Baghdad beliau mengambil ilmu dari:

1.Muhammad bin Al Hasan, ulamanya bangsa Irak, beliau bermulazamah bersama ulama tersebut, dan mengambil darinya ilmu yang banyak.
2.Ismail bin Ulayah.
3.Abdulwahab Ats-Tsaqafy, serta yang lainnya.

MURID-MURID BELIAU

Beliau mempunyai banyak murid, yang umumnya menjadi tokoh dan pembesar ulama dan Imam umat islam, yang paling menonjol adalah:

1. Ahmad bin Hanbal, Ahli Hadits dan sekaligus juga Ahli Fiqih dan Imam Ahlus Sunnah dengan kesepakatan kaum muslimin.
2. Al-Hasan bin Muhammad Az-Za’farani
3. Ishaq bin Rahawaih,
4. Harmalah bin Yahya
5. Sulaiman bin Dawud Al Hasyimi
6. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al Kalbi dan lain-lainnya banyak sekali.

KARYA BELIAU

Beliau mewariskan kepada generasi berikutnya sebagaimana yang diwariskan oleh para nabi, yakni ilmu yang bermanfaat. Ilmu beliau banyak diriwayatkan oleh para murid- muridnya dan tersimpan rapi dalam berbagai disiplin ilmu. Bahkan beliau pelopor dalam menulis di bidang ilmu Ushul Fiqih, dengan karyanya yang monumental Risalah. Dan dalam bidang fiqih, beliau menulis kitab Al-Umm yang dikenal oleh semua orang, awamnya dan alimnya. Juga beliau menulis kitab Jima’ul Ilmi.

PUJIAN ULAMA PARA ULAMA KEPADA BELIAU

Benarlah sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam,

“Barangsiapa yang mencari ridha Allah meski dengan dibenci manusia, maka Allah akan ridha dan akhirnya manusia juga akan ridha kepadanya.” (HR. At-Tirmidzi 2419 dan dishashihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ 6097).

Begitulah keadaan para Imam Ahlus Sunnah, mereka menapaki kehidupan ini dengan menempatkan ridha Allah di hadapan mata mereka, meski harus dibenci oleh manusia. Namun keridhaan Allah akan mendatangkan berkah dan manfaat yang banyak. Imam Asy-Syafi`i yang berjalan dengan lurus di jalan-Nya, menuai pujian dan sanjungan dari orang-orang yang utama. Karena keutamaan hanyalah diketahui oleh orang-orang yang punya keutamaan pula.

Qutaibah bin Sa`id berkata: “Asy-Syafi`i adalah seorang Imam.” Beliau juga berkata, “Imam Ats-Tsauri wafat maka hilanglah wara’, Imam Asy-Syafi`i wafat maka matilah Sunnah dan apa bila Imam Ahmad bin Hambal wafat maka nampaklah kebid`ahan.”

Imam Asy-Syafi`i berkata, “Aku di Baghdad dijuluki sebagai Nashirus Sunnah (pembela Sunnah Rasulullah).”

Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Asy-Syafi`i adalah manusia yang paling fasih di zamannya.”

Ishaq bin Rahawaih berkata, “Tidak ada seorangpun yang berbicara dengan pendapatnya -kemudian beliau menyebutkan Ats-Tsauri, Al-Auzai, Malik, dan Abu Hanifah,- melainkan Imam Asy-Syafi`i adalah yang paling besar ittiba`nya kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam, dan paling sedikit kesalahannya.”

Abu Daud As-Sijistani berkata, “Aku tidak mengetahui pada Asy-Syafi`i satu ucapanpun yang salah.”

Ibrahim bin Abdul Thalib Al-Hafidz berkata, “Aku bertanya kepada Abu Qudamah As-Sarkhasi tentang Asy-Syafi`i, Ahmad, Abu Ubaid, dan Ibnu Ruhawaih. Maka ia berkata, “Asy-Syafi`i adalah yang paling faqih di antara mereka.”

PRINSIP AQIDAH BELIAU

Imam Asy-Syafi`i termasuk Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, beliau jauh dari pemahaman Asy’ariyyah dan Maturidiyyah yang menyimpang dalam aqidah, khususnya dalam masalah aqidah yang berkaitan dengan Asma dan Shifat Allah subahanahu wa Ta’ala.

Beliau tidak meyerupakan nama dan sifat Allah dengan nama dan sifat makhluk, juga tidak menyepadankan, tidak menghilangkannya dan juga tidak mentakwilnya. Tapi beliau mengatakan dalam masalah ini, bahwa Allah memiliki nama dan sifat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an dan sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam kepada umatnya. Tidak boleh bagi seorang pun untuk menolaknya, karena Al-Qur’an telah turun dengannya (nama dan sifat Allah) dan juga telah ada riwayat yang shahih tentang hal itu. Jika ada yang menyelisihi demikian setelah tegaknya hujjah padanya maka dia kafir. Adapun jika belum tegak hujjah, maka dia dimaafkan dengan bodohnya. Karena ilmu tentang Asma dan Sifat Allah tidak dapat digapai dengan akal, teori dan pikiran. “Kami menetapkan sifat-sifat Allah dan kami meniadakan penyerupaan darinya sebagaimana Allah meniadakan dari diri-Nya. Allah berfirman,

“Tidak ada yang menyerupaiNya sesuatu pun, dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Dalam masalah Al-Qur’an, beliau Imam Asy-Syafi`i mengatakan, “Al-Qur’an adalah kalamulah, barangsiapa mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk maka dia telah kafir.”

PRINSIP DALAM FIQIH

Beliau berkata, “Semua perkataanku yang menyelisihi hadits yang shahih maka ambillah hadits yang shahih dan janganlah taqlid kepadaku.”

Beliau berkata, “Semua hadits yang shahih dari Nabi shalallahu a’laihi wassalam maka itu adalah pendapatku meski kalian tidak mendengarnya dariku.”

Beliau mengatakan, “Jika kalian dapati dalam kitabku sesuatu yang menyelisihi Sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam maka ucapkanlah sunnah Rasulullah dan tinggalkan ucapanku.”

SIKAP IMAM ASY-SYAFI`I TERHADAP AHLUL BID’AH

Muhammad bin Daud berkata, “Pada masa Imam Asy-Syafi`i, tidak pernah terdengar sedikitpun beliau bicara tentang hawa, tidak juga dinisbatkan kepadanya dan tidakdikenal darinya, bahkan beliau benci kepada Ahlil Kalam dan Ahlil Bid’ah.”

Beliau bicara tentang Ahlil Bid’ah, seorang tokoh Jahmiyah, Ibrahim bin ‘Ulayyah, “Sesungguhnya Ibrahim bin ‘Ulayyah sesat.”

Imam Asy-Syafi`i juga mengatakan, “Menurutku, hukuman ahlil kalam dipukul dengan pelepah pohon kurma dan ditarik dengan unta lalu diarak keliling kampung seraya diteriaki, “Ini balasan orang yang meninggalkan kitab dan sunnah, dan beralih kepada ilmu kalam.”

PESAN IMAM ASY-SYAFI`I

“Ikutilah Ahli Hadits oleh kalian, karena mereka orang yang paling banyak benarnya.”

WAFAT BELIAU

Beliau wafat pada hari Kamis di awal bulan Sya’ban tahun 204 H dan umur beliau sekita 54 tahun (Siyar 10/76). Meski Allah memberi masa hidup beliau di dunia 54 tahun, menurut anggapan manusia, umur yang demikian termasuk masih muda. Walau demikian, keberkahan dan manfaatnya dirasakan kaum muslimin di seantero belahan dunia, hingga para ulama mengatakan, “Imam Asy-Syafi`i diberi umur pendek, namun Allah menggabungkan kecerdasannya dengan umurnya yang pendek.”

KATA-KATA HIKMAH IMAM ASY-SYAFI`I

“Kebaikan ada pada lima hal: kekayaan jiwa, menahan dari menyakiti orang lain, mencari rizki halal, taqwa dan tsiqqah kepada Allah. Ridha manusia adalah tujuan yang tidak mungkin dicapai, tidak ada jalan untuk selamat dari (omongan) manusia, wajib bagimu untuk konsisten dengan hal-hal yang bermanfaat bagimu”.

http://miftahululumjejeran.blogspot.com

HUKUM ADZAN JUM'AT DUA KALI

Dulu dii zaman Rasulullah SAW, adzan pada shalat Jumat hanya dikerjakan sekali saja, yaitu saat khatib naik mimbar. Kemudian pada zaman khilafah rasyidah, karena pertimbangan tertentu, maka sebelum khatib naik mimbar, jumlah adzan ditambah sebelumnya, dilakukan sebelum khatib naik mimbar dan pada saat khatib naik mimbar.

Dari As-Saib bin Yazid ra berkata, "Dahulu panggilan adzan hari Jumat awalnya pada saat imam duduk di atas mimbar, dimasa Rasulullah SAW, Abu Bakar ra dan Umar ra. Ketika masuk masa Utsman dan manusia bertambah banyak, ditambahkan adzan yang ketiga di atas Zaura.Tidak ada di zaman nabi SAW muazzin selain satu orang. (HR Bukhari)

Zaura'' adalah sebuah tempat yang terletak di pasar kota Madinah saat itu. Al-Qurthubi mengatakan bahwa Utsman ra memerinahkan untuk dikumandangkan adzan di suatu rumah yang disebut Zaura''.

Saat itu khalifah memandang bahwa perlu dilakukan pemanggilan kepada kaum muslimin sesaat sebelum shalat atau khutbah Jumat dilaksanakan.

Menurut para ulama yang mendukung tetap dilaksanakannya dua kali adzan ini, tindakan ini tidak bisa disalahkan dari segi hukum. Karena apa yang dilakukan oleh para shahabat nabi secara formal itu tetap masih berada dalam koridor syariah. Apa yang para shahabat nabi kerjakan secara ijma'' merupakan bagian dari syariah, karena mereka sendiri juga bagian dari sumber syariah.

Al-Hafidz Ibnu Hajar sebagaimana dikutip oleh Asy-Syaukani di dala kitab Nailul Authar mengatakan bahwa praktek adzan 2 kali ini dilakukan bukan hanya oleh Khalifah Utsman rasaat itu, melainkan oleh semua umat Islam di mana pun. Bukan hanya di Madinah, melainkan di seluruh penjuru dunia Islam, semua masjid melakukan 2 kali adzan shalat Jumat.

Dan meski tidak pernah dilaksanakan di zaman Rasulullah SAW, namun apa yang dipraktekkan oleh para shahabat secara kompak ini tidak bisa dikatakan sebagai bid''ah yang mendatangkan dosa dan siksa. Lantaran tidak semua perkara yang tidak terjadi di zaman nabi termasuk sesuatu yang buruk. (Lihat Nailul Authar jilid III halaman 278-279).

Sebab Khalifah Utsman adalah bagian dari sumber syariah dengan dalil berikut ini:

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya siapa yang hidup setelah ini, maka dia akan menyaksikan perbedaan pendapat (ikhtilaf) yang besar. Maka hendaklah kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para khulafa'' ar-rasyidin setelahkku yang mendapat petunjuk. Gigitlah dengan gerahammu." (HR Abu Daud, At-Tirmizy, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)

Maka tindakan seperti itu tidak bisa dikategorikan sebagai bid''ah, karena dikerjakan oleh semua shahabat nabi SAW secara sadar dan bersama-sama sepanjang masa.

Kalau tindakan itu dikatakan bid''ah, berarti para shahabat nabi yang mulia itu pelaku bid''ah. Kalau mereka pelaku bid''ah, maka haram hukumnya bagi kita untuk meriwayatkan semua hadits. Padahal tidak ada satu pun hadits nabi yang sampai kepada kita, kecuali lewat para shahabat.

Maka seluruh ajaran Islam ini menjadi batal dengan sendirinya kalau demikian. Sebab semua dalil, baik ayat Quran maupun semua hadits nabi SAW, ternyata tidak ada yang sampai kepada kita, kecuali lewat para shahabat yang dituduh tela melakukan tindakan bid''ah itu.

Maka mengatakan bahwa adzan 2 kali sebagai bid''ah sama saja dengan mengatakan bahwa para shahabat nabi SAW seluruhnya sebagai pelaku bid''ah. Dan kalau semuanya pelaku bid''ah, maka agama Islam ini sudah selesai sampai di sini.

Yang benar, praktek adzan Jumat 2 kali ini bagian dari sunnah yang utuh dalam syariah Islam, bukan bid''ah yang melahirkan dosa dan adzab. Karena telah dilakukan secara sadar oleh semua shahabat nabi SAW radhiyallahu ''anhum.

 http://miftahululumjejeran.blogspot.com

Rabu, 26 Juni 2013

DOWNLOAD SOFWARE FULL VERSION GRATIS





Monggo yang berminat atau sedang mencari software2 gratis, silahkan didownload.

Winamp Pro 5.64 Full Series
Download
SN

Internet Download Manager (IDM)
Download
Patch

AIMP v3.50 RC 2 Build 1270
Download

WinZip Registry Optimizer 2.0.72.2536 Full Serial

Download
SN

WiFi HotSpot Creator 2.119.0


Semua kalo diminta passwor, ini paswordnya : ahmad-adzan 

ARTI DAN MAKNA LAMBANG NU


Lambang NU diciptakan oleh K.H RIDWAN ABDULLAH salah seorang a'wan syuriah PBNU periode pertama pada tahun 1926,lambang itu dihasilkan dari sebuah mimpi setelah melakukan sholat istikhoroh,shga diyakini bukan lambang sembarangan tp memiliki makna yg sangat dalam.

1.BOLA DUNIA bumi adalah tempat manusia berasal,menjalani hidup dan kembali sesuai dgn surat thaha ayat 55 yg berbunyi:"dari bumi (tanah) itulah KAMI menjadikan kamu dan kepadanya KAMI akan mengembalikan kamu dan dari padanya KAMI akan mengeluarkan kamu pada kali yg lain"


2.TAMPAR YG MELINGKAR DGN UNTAIAN BERJUMLAH 99 99 melambangkan nama-nama bagi ALLAH (asma'ul husna) tali melambangkan ukhuwah yg kokoh berdasarkan ayat 103 surat ali imron "dan berpeganglah kalian dgn tali (agama) ALLAH,dan janganlah kamu bercerai berai dan ingatlah akan nikmat ALLAH kpdamu ktka kamu dahulu(masa jahiliyah)bermusuh musuhan,maka ALLAH melunakkan antara hatimu lalu menjadikan kamu karena nikmat ALLAH orang orang yg bersaudara"


3.PETA INDONESIA melambangkan bahwa nahdhotul ulama didirikan di indonesia dan berjuang untuk kejayaan negara kesatuan republik indonesia


4.DUA SIMPUL IKATAN DIBAGIAN BAWAH melambangkan hub vertikal kpd ALLAH (hablun minallah) dan hubungan horizontal dgn sesama manusia (hablun minannas).


5.EMPAT BINTANG MELINTAS DI ATAS BUMI melambangkan KHULAFA'UR RASYIDIN


6.SATU BINTANG BESAR DITENGAH melambangkan RASULULLOH SAW


7.EMPAT BINTANG DIBAWAH BUMI melambangkan EMPAT IMAM MADHAB (imam syafii,imam hanafi,imam maliki,imam hambali)


8.JUMLAH BINTANG SELURUHNYA 9 melambangkan WALI SONGO yg menyebarkan agama islam di belahan nusantara


9.TULISAN ARAB NAHDHOTUL ULAMA MELINTANG DI TENGAH BUMI berarati nama organisasi yg dimotori oleh para ulama yg artinya "kebangkitan para ulama"


10.WARNA HIJAU melambangkan kesuburan


11.WARNA PUTIH melambangkan kesucian

STRUKTUR ORGANISASI NU, LEMBAGA, LAJNAH, DAN BADAN OTONOM
1.    Struktur Organisasi NU tingkat kepengurusan
a.    PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) untuk tingkat pusat.
b.   PWNU (Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama) untuk tingkat propinsi.
c.    PCNU (Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama) untuk tingkat kabupaten.
d.   MWCNU (Pengurus Wakil Cabang Nahdlatul Ulama) untuk tingkat kecamatan.
e.   PRNU (Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama) untuk tingkat Kelurahan.
2.    Lembaga
Lembaga adalah perangkat oraganisasi NU yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan bidang tertentu. Lembaga-lembaga tsb adalah :
a.    LDNU (Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama) bertugas dibidang dakwah islam ASWAJA.
b.   LP Ma’arif NU bertugas dibidang pendidikan formal/non formal selain pon. Pes.
c.    LSM-NU (Lembaga Sosial Mabarot Nahdlatul Ulama) bertugas di bidang social dan kesehatan
d.   LENU (Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama) bertugas dibidang ekonomi warga NU.
e.   LP3NU (LembagaPembangunan dan  Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama) bertugas dibidang pengembangan pertanian, perternakan, dan perikanan.
f.     RMI (Rabithah Ma’ahidil Islamiyah) bertugas di bidang pengembangan Pondok esantren (Pon. Pes)
g.    LKNU (Lembaga Kemaslahatan dan Keuarga Nahdlatul Ulama) bertugas dibidang kemaslahatan keluarga, kependudukan dan lingkungan hidup.
h.   Haiah Ta’mir Masjid bertugas melaksanakan kebijakan NU di bidang pengembangan dan kemakmuran masjid.
i.      Lembaga misi islam bertugas dibidang pengembangan dan penyiaran islam ASWAJA di daerah yang bersifat khusus.
j.     ISHI (Ikatan Seni Hadrah Indonesia) bertugas dibidang pengembangan seni hadroh (terbangan).
k.    Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia) bertugas dibidang seni dan budaya.
l.      IPSNU Pagar Nusa (Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama) bertugas dibidang pengembangan olah raga bela diri pencak silat. 
3.    Lajnah
Lajnah adalah perangkat organisasi NU yang berfungsi untuk melaksanakan program NU yang memerlukan penanganan khusus. Lajnah tersebut yaitu :
a.    Lajnah falakiyah bertugas menentukan penanggalan th hijriyah, awal dan akhir bln ramadhan
b.   Lajnah Taklif wannasyr bertugas penulisan karangan, penerjemahan, penerbitan buku, kitab, dll.
c.    Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam-NU) bertugas melakukan kajian, penelitian, dan elatihan dalam rangka meningkatkan SDM-NU.
d.   Lajnah Penyuluhan dan bantuan Hukum
e.   Lanjnah Zakat, Infaq dan Shadaqah
f.     Lajnah Bahsul Masail Diniyah bertugas menghimpun, membahas dan memecahkan masalah yang mauquf dan waqiah yang harus segera mendapatkan kepastian hukum.
4.    Badan Otonom
Badan Otonom adalah Perangkat Organisasi NU yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan NU khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertuntu. Yaitu : Muslimat NU, Fatayat NU, GP Ansor, IPNU, IPPNU, Jam’iyan Ahli Thariqah al Mu’tabaroh an Nahdliyah, JQH (Jamiyatul Quro’ wal hufadz), Pergunu (Persatuan Guru Nahdlatul Ulama), dan ISNU (Ikatan Sarjana nahdlatul Ulama).
5.    Struktur Kepengurusan NU
a.    Mustasyar (Dewan Penasehat Organisasi)
Bertugas memberikan nasehat kepada pengurus NU sesuai tingkatannya dalam rangka menjaga kemurnian Khithat NU dan Islahu Dzatil Bain (Abritase).
b.   Syuriah
Adalah pimpinan NU tertinggi yang berfungsi sebagai Pembina, pengawas dan penentu kebijakan NU.
c.    Tanfidziah
Adalah pelaksana kerja program-program NU.


IPNU-IPPNU
A.   Sejarah Berdirinya IPNU dan IPPNU
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) adalah organisasi kepemudaan yang beranggotakan pelajar, santri dan remaja yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama.
IPNU berdiri pada tanggal 24 Februari 1954 M (20 Jumadil Akhir 1373 H) dalam penyelenggaraan Konferensi Besar Ma’arif seluruh Indonesia di Semarang. Pendirinya adalah para pelajaran dari Yogyakarta, Semarang dan Suurakarta yang dipelopori oleh Tholhah Mansur, M. Sofyan Cholil, Mustahal Achmad Mashud dan A. Ghoni Farida.
Sedangkan IPPNU berdiri pada tanggal 2 Maret 1955 M (8 Rajab 1374 H) dalam Konggres 1 IPNU di Malang. Sebagai ketua umum pertama pada waktu itu adalah Umroh Mahfudzoh.
B.   Fungsi Organisasi IPNU dan IPPNU
Fungsi organisasi IPNU dan IPPNU sebagai badan Otonom NU adalah sebagai wadah untuk menghimpun para pelajar NU untuk melanjutkan semangat NU, menjalin hubungan dan menggalang ukhuwah islamiyah dalam mengembangkan syari’at islam serta menjadi tempat kaderisasi pelajar NU sebagai kader-kader bangsa di masa yang akan datang.
Karena peran dan fungsinya sangat strategis, maka dalam pembinaannya perlu mempunyai tujuan dan wawasan perjuangan yang jelas. Beberapa arah dan perjuangan dan wawasan IPNU dan IPPNU antara lain :
1.    Wawasan Kebangsaan
2.    Wawasan Keislaman
3.    Wawasan Keilmuan
4.    Wawasan Kekaderan, dan
5.    Wawasan Keterpelajaran
 Selain itu anggota IPNU dan IPPNU juga harus memiliki Tatanan Nilai Keagamaan dan Sikap Dasar seperti  berikut :
1.    Menjunjung tinggi nilai dan norma ajaran islam
2.    Mendahulukan kepentingan bersama dari pada pribadi
3.    Menjunjung tinggi sifat keikhlasan dalam berjuang
4.    Menjunjung tinggi persaudaraan, persatua serta kasih sayang
5.    Meluhurkan akhlaqul karimah dan menjunjung tinggi kejujuran dalam berfikir, bersikap dan bertingkah laku
6.    Menjunjung tinggi nilai amal, kerja dan prestasi sebagai ibadah kepada Allah SWT.
7.    Selalu siap menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang membawa manfaat bagi seluruh kehidupan, dan
8.    Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu dan mempercepat perkembangan masyarakat yang lebih baik.
C.   Struktur Organisasi IPNU dan IPPNU
1.    Pimpinan Pusat (PP IPNU / PP IPPNU) adalah tingkat nasional di Ibu Kota Negara (Jakarta) dengan masa khidmat (bakti) selama 3 tahun. Dalam struktur Organisasinya dipimpin oleh Ketua Umum (jabatan tertinggi)  dibantu beberapa ketua, kemudian skretaris Jendral (Sek-Jend), bendahara, dan beberapa bidang.
2.    Pimpinan Wilayah (PW IPNU / PW IPPNU) adalah tingkat propinsi di Ibu Kota Propinsi dengan masa khidmat selama 2 tahun.
3.    Pimpinan Cabang (PC IPNU / PC IPPNU) adalah tingkat kabupaten dengan masa khidmat selama 2 tahun.
4.    Pimpinan Anak Cabang (PAC IPNU / IPPNU) adalah tingkat kecamatan dengan masa khidmat selama 2 tahun.
5.    Pimpinan Ranting (PR IPNU / PR IPPNU) adalah tingkat Desa / Kelurahan dengan masa khidmat selama 1 tahun.
6.    Pimpinan Komisariat (PK IPNU / IPPNU) adalah tingkat Madrasah / Sekolah NU dan Pondok Pesantren NU di bawah naungan LP Ma’arif NU. Komisariat juga dapat didirikan di Perguruan Tinggi.
 Untuk menetapkan jabatan serta mengevaluasi dan merumuskan program kerja pada setiap tingkat kepemimpinan dilakukan melalui musyawarah sesuai dengan tingkatannya, yaitu :
1.    Konggres adalah permusyawaratan tertinggi di tingkat pusat.
2.    Konfrensi wilayah di tingkat propinsi
3.    Konfrensi Cabang di tingkat Kabupaten
4.    Konfrensi Anak Cabang di tingkat kecamatan, dan
5.    Rapat Anggota di tingkat Ranting (Desa) dan tingkat Komisariat (Untuk lembaga Pendidikan dan Pon Pes).
D.   Sistem Pengkaderan Dalam IPNU dan IPPNU
Dalam pengkaderan anggota  IPNU dan IPPNU memiliki jenjang pengkaderan sesuai dengan tingkat pengkaderannya,  yaitu sebagai berikut :
a.    Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA)
Untuk menjadi anggota IPNU dan IPPNU harus mengikuti MAKESTA. MAKESTA yaitu jenjang pengkaderan sebagai wahana untuk mengantar calon anggota IPNU-IPPNU untuk belajar dari hidup individu menuju kehidupan sosial.
b.   Latihan kader Muda (LAKMUD)
Adalah latihan kader tingkat pertama yang ditekankan pada pembentukan watak, dorongan untuk mengembangkan diri dan meningkatkan rasa memiliki organisasi.
c.    Latihan Kader Madya (LAKMAD)
Adalah latihan kader tingkat kedua yang mengolah idealisme kader dalam mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan mengelola kegiatan-kegiatan organisasi.
d.   Latihan Kader Utama (LAKUT)
Adalah latihan kader tingkat ketiga yang mengolah idealisme kader-kader utama dalam merancang dan mengembangkan sistem pelatihan IPNU-IPPNU.
e.   Latihan Pelatih
Merupakan Latihan kader tingkat kedua dan latihan pelatih tingkat dasar bagi kader muda (setelah ikut LAKMUD) yang memiliki kecenderungan menjadi pelatih di MAKESTA dan LAKMUD.
f.     Latihan Pengembangan Minat dan Bakat
Merupakan latihan kader tingkat kedua yang bersifat khusus untuk mengembangkan bakat dan minat kader IPNU dan IPPNU dalam bidang tertentu.

Sejarah Berdirinya Nahdhatul Ulama (NU)


Kalangan pesantren gigih melawan kolonialisme dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916. Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Selanjutnya didirikanlah Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar) yang dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Sementara itu, keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana--setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain, sebagai jawabannya,  muncullah berbagai organisai pendidikan dan pembebasan.
Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bi'dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebsan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.
Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.